Ratna semakin yakin ada sesuatu yang lebih besar yang belum ia ketahui. Mencoba menerka apa yang sebenarnya terjadi. Namun otaknya buntu, tak bisa diajak kompromi berpikir jernih. Gelap, tak ada gambaran sama sekali kemana arah pembicaraan Doni barusan.
Deva. Ya,Deva mungkin tahu sesuatu. Aku harus cari informasi darinya, segera dipakainya sepatu dan menuju ke kelas 5 mencari sosok gadis cantik itu. Belum sampai di ruangan kelas, Ratna menghentikan langkah.
"Ah, inikan masih jam pelajaran. Jika kupanggil sekarang, teman-temannya pasti bertanya-tanya." Diurungkan niatnya kemudian kembali ke ruang guru. Membuka laptop untuk menyelsaikan tugas-tugasnya.
15 menit di hadapan laptop tak satu pun tugas mampu Ratna kerjakan, hampir setiap menit ia melihat ke jam dinding menunggu waktu istrahat. Ingin segera menemui Deva.
Tet ... teeettttt ... akhirnya bel tanda istirahat berbunyi. Tanpa meutup laptop, Ratna menyeret langkahnya mencari Deva.
"Dev ... Deva! Kemari!" panggil Ratna melihat sosok yang sangat dinanti keluar kelas. Deva melongok mencari sumber suara yang memanggil namanya dan berlari begitu tahu Ratna melambaikan tangan.
"Iya, Bu?"
"Sini, Ibu ingin ngobrol." Ditepuknya lantai di sisinya, isyarat agar Deva duduk.
"Ada apa Bu?"
"Kamu sekelas ya sama Panji dan Doni?"
"Iya,"
"Kata Doni, Panji hari ini tidak masuk. Kamu tahu kenapa?" Ratna memalingkan wajah menatap Deva.
"Eng ... tidak tahu, Bu. Mungkin sakit? Atau mungkin bolos, ngamen." Ratna mengangkat kedua alisnya meminta informasi lebih jauh.
"Panji kan suka ngamen di lampu perempatan, biasanya sore sampai malam hari. Mungkin sekarang juga. Dia ingin beli HP seperti punya Doni katanya." Deva menggigit bibit bawahnya. Ragu untuk terus bercerita.
"HP? HP seperti punya Doni?"
"Iya, yang bisa dipakai lihat video."
"Video apa?"
"Ehm, anu ... ehm," Deva meremas-remas jemarinya. Ratna melingkarkan tangan meraih pundak Deva,
"Deva jangan takut, Ibu hanya ingin masalah kemarin segera selesai. Ibu tidak ingin kejadian seperti kemarin terjadi lagi baik ke Deva atau teman-teman Deva yang lain. Deva cerita ya, apa saja yang Deva ketahui."
Ratna mengangguk pelan saat mata Deva meminta penguatan.
"Tapi Ibu janji tidak akan marah ke Deva, ya?" Hanya kerjapan mata yang bisa Ratna tunjukkan, ia sedang menyiapkan hati mendengar cerita Deva. Nalurinya berkata kalau sesuatu yang lebih besar telah terjadi.
"Di HP Doni ada video. Doni pernah mengajak saya dan Panji melihat video itu di rumahnya saat pulang sekolah setelah ibu bapaknya pergi bekerja," helaan nafas Deva terdengar di telinga Ratna.
“Say ... saya tidak tahu kalau yang dilihat ternyata video seperti itu. Saya maksa pulang, tapi mereka mengunci pintu dan mengancam kalau saya tetap maksa atau berteriak," Deva menutup mata kemudian sesenggukan.
"Ehm, kita cari duduk yang nyaman yuk. Di belakang sepertinya sepi. Bu Ratna ijinkan dulu ke Pak Rahmat untuk ajak Deva sebentar." Ratna bangkit dariduduk dan menemui guru yang mengajar di kelas Deva saat ini. Pak Rahmat mengerti dan memberikan ijin Deva untuk tidak mengikuti pelajaran. Keduanya berjalan ke belakang sekolah dan duduk di pohon pisang yang tumbang.
"Lalu apa yang kalian lakukan?" pancing Ratna sambil bersandar ke dinding toilet setelah duduknya nyaman.
"Mereka melakukan seperti di video di depan saya. Saya memjamkan mata tidak mau melihat tapi suara-suara itu membuat jantung saya bergetar kencang, Bu. Mereka berteriak-teriak tidak karuan. Saya kira terjadi sesuatu, setelah saya buka mata ternyata Doni dan Panji sudah terlentang di lantai dan ... dan ...," Deva menggeleng kuat. Tak bisa melanjutkan cerita, bayangannya kembali ke waktu itu. Saat dua temannya telah menunjukkan hal yang belum pernah dilihat ataupun ada dalam pikirannya. Keadaan yang memaksa Deva dewasa sebelum masanya. Keadaan yang menunjukkan apa itu nafsu dan bagaimana melampiaskan. Keadaan yang menyeretnya ke ruang gelap pergaulan. Keterpaksaan perlahan menjadi sebuah kesenangan dan kebutuhan. Kemudian menjadi candu.
Jelas. Jelas sudah penyebab semuanya. Ratna telah menemukan benang merah dan semuanya harus diakhiri sebelum murka Sang Penguasa Jagad yang menghakimi.
(End, InshaAllah akan hadir dengan sub-caption berikutnya. Bismillah)
2 Comments
Kerennn aku ngikutin sampe akhir loh, Mbak hehe
BalasHapusCerita tak jauh2 mengenai kegiatan sekolah ya mba
BalasHapusPosting Komentar
Terima kasih telah berkunjung ke dwiresti.com. Mohon tinggalkan komentar yang membangun dan tidak berbau SARA.